Tugas Majelis Pendayagunaan Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah

Share halaman ini

Status organisasi keagamaan sebagai nazhir telah diakui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu dengan memberikan kemungkinan suatu organisasi keagamaan bertindak sebagai nazhir harta benda wakaf. Pada organisasi Muhammadiyah dalam pengelolaan harta wakaf dibentuk unsur pembantu pimpinan, yaitu Majelis Pendayagunaan Wakaf .

Tugas Majelis Pendayagunaan Wakaf adalah untuk mengembangkan dan mengamankan harta wakaf dan harta kekayaan milik Persyarikatan serta membimbing masyarakat dalam melaksanakan wakaf, hibah, infaq dan shadaqah serta lainya bersifat wakaf.

Berdasarkan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 14/DDA/1972 tanggal 10 Februari 1972 tentang Penunjukan Persyarikatan Muhammadiyah Sebagai Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Tanah Dengan Hak Milik Atas Tanah Yang Dipergunakan Untuk Keperluan Usaha-Usaha Persyarikatan, maka konsekuensinya adalah seluruh aset Persyarikatan Muhammadiyah diseluruh Indonesia baik wakaf atau pun non wakaf terdaftar harus atas nama Peryarikatan Muhammadiyah, walaupun yang menghimpun atau nazhir wakaf dapat dilakukan oleh Majelis Pendayagunaan Wakaf Wilayah, Daerah ataupun Cabang.

Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 34 Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah tentang Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan ayat (1) yang menyatakan ”Seluruh keuangan dan kekayaan Muhammadiyah, termasuk keuangan dan kekayaan Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat secara hukum milik Pimpinan Pusat”.

Kepemilikan yang tersentral pada PP Muhammadiyah ini memiliki beberapa tujuan; pertama, memberikan jaminan secara hukum terhadap keselamatan atau kelanggengan asset persyarikatan. Kedua, dimaksudkan agar pengawasan terhadap asset tersebut dapat dikoordinir oleh kebijakan persyarikatan dengan standar yang sama.

Hal ini sejalan dengan sikap Kementerian Agama dalam memandang keberadaan wakaf Muhammadiyah. Surat jawaban dari Dirjen Bimas Islam Departemen Agama RI Nomor: Dj.II/BA.03.2/626/2009 yang ditujukan kepada Ketua PP Muhammadiyah salah satu isi suratnya mengakui eksistensi Persyarikatan Muhammadiyah sebagai nazhir.

Verified by MonsterInsights