Kehadiran nazhir sebagai pihak yang diberi kepercayaan dalam mengelola harta wakaf menjadi sangat penting. Nazhir itu berarti penanggungjawab properti atau sekumpulan orang yang mengelola dan mengatur properti. Walaupun para mujtahid tidak menjadikan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk nazhir wakaf agar harta wakaf tetap terjaga dan terurus, sehingga harta wakaf itu tidak sia-sia.
Secara bahasa nazhir berasal dari kata nazara yang berarti bashar (melihat), dan tadabbara (merenung). Selain makna tersebut, kata al-nazr juga dapat diartikan dengan al-hâfiz (penjaga), al-musyrîf (manajer), al-qayyîm (direktur), al-mutawallî (administrator), atau al-mudîr (direktur). Nazhir atau kadang disebut nazhir wakaf karena merupakan orang yang diberi tugas untuk mengelola wakaf. Nazhir adalah orang yang berkuasa atas harta wakaf, menjaganya, menjaga hasil perkembangannya dan melaksanakan syarat/ketentuan wakif.
Dengan demikian nazhir wakaf adalah orang atau badan hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sesuai dengan wujud dan tujuan wakaf tersebut. Adapun tugas nazhir adalah sebagai berikut.
- Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
- Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya;
- Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
- Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kementrian Agama dan BWI. (lihat, PP No. 42 Tahun 2006, pasal 13).
Sementara itu, hak nazhir adalah sebagai berikut:
- Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
- Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia. (Lihat UU No. 41 Tahun 2004).