Site icon PCMMU.CO

Mengenal Wakaf

Share halaman ini

I.  Pengertian

Ciri utama wakaf yang sangat membedakan dengan ibadah lainnya adalah ketika wakaf ditunaikan maka terjadi pergeseran kepemilikan pribadi menuju kepemilikan Allah yang diharapkan abadi dan memberikan manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan terjadi proses distribusi manfaat bagi masyarakat secara lebih luas, dari manfaat pribadi (private benefit) menuju manfaat masyarakat (social benefit). Benda yang diwakafkan harus bersifat tahan lama dan tidak mudah musnah. Harta yang diwakafkan kemudian menjadi milik Allah, dan berhenti dari peredaran (transaksi) dengan tidak boleh diperjual belikan, tidak boleh diwariskan dan tidak boleh dihibahkan.

Terminologi wakaf berasal dari Bahasa Arab, yaitu waqafa-waqfan-wukufan yang artinya berhenti. Kata kerja waqafa ini adakalanya memerlukan objek (mutaaddi) dan adakalanya tidak memerlukan objek (lazim). Sinonim waqf ialah ḥabs, waqafa dan ḥabasa dalam bentuk kata kerja yang bermakna menghentikan dan menahan atau berhenti ditempat. Disebut menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan dan semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf.

Menurut Undang-Undang Wakaf No. 41 Tahun 2004 menjelaskan bahwa: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah”.

Sebagaimana dikutip dari al-Asqalāni, pada saat Rasulullah hidup, pengelolaan wakaf dipercayakan kepada Abu Rāfi’ yang memiliki nama asli Ibrahim. Setelah beliau wafat, pengelolaan wakaf diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib, dilanjutkan Hasan bin Ali, kemudian Husain bin Ali, diserahkan kepada Ali bin Husain, seterusnya Hasan bin Hasan, Zaid bin Hasan, dan Abdullah bin Hasan, sampai kepada masa  Abbasiyah. Sementara itu, pada masa Umar bin khattab, yang ditunjuk untuk pengelolaan wakaf atau nāẓir adalah istri rasulullah, Hafsah. Harta wakaf dari sahabat-sahabat Rasulullah tersebut masih terjaga hingga saat ini.

II.         Rukun Wakaf

Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf. Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif). Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi). Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah).

III.       Syarat-Syarat Wakaf

  1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)

Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.

  1. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)

Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

  1. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih)

Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.

  1. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah)

Perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

Exit mobile version