Site icon PCMMU.CO

Bisakah Salat Istisqa’ Tanpa Khutbah? Berikut Macam-macam Cara Istisqa’

Share halaman ini

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Dalam ajaran Agama Islam, istisqa’ menjadi sebuah bentuk ibadah khusus yang dilakukan untuk meminta kepada Allah agar turun hujan, terutama ketika terjadi kemarau dan musim kering yang panjang. Istisqa’ secara harfiah berarti meminta hujan, namun dalam konteks keagamaan, istisqa’ mengacu pada serangkaian doa-doa atau salat sebagai bentuk permohonan kepada Allah.

Pada tahun 1976, dalam Putusan Tarjih yang dihasilkan dari Muktamar Tarjih di Garut, dijelaskan bahwa istisqa’ dapat dilakukan baik secara perorangan maupun berkelompok. Jika dilakukan bersama-sama, maka diperlukan seorang imam yang memimpin dan bisa dilakukan melalui doa bersama atau dengan melaksanakan salat istisqa’. Doa istisqa’ dapat diucapkan dalam khutbah Jum’at atau di luar khutbah Jum’at, baik di dalam masjid (di atas mimbar) maupun di luar masjid. Salat istisqa’ dapat dilakukan di lapangan, dengan khutbah setelah salat atau sebelum salat.

Adapun dalam kitab Subulus-Salam, terdapat enam cara yang diajarkan Nabi Muhammad SAW untuk melakukan istisqa’ atau meminta hujan. Pertama, Nabi SAW pergi ke lapangan dan melaksanakan salat istisqa’ lengkap dengan khutbah. Kedua, beliau berdoa meminta hujan dalam khutbah Jum’at. Ketiga, Nabi SAW melakukan doa istisqa’ di atas mimbar di masjid Madinah di luar hari Jum’at, tanpa melaksanakan salat. Keempat, Nabi SAW berdoa meminta hujan sambil duduk di dalam masjid. Kelima, beliau berdoa meminta hujan di Ahjaruz-Zait, dekat az-Zaura’, di luar masjid. Dan keenam, Nabi SAW meminta hujan ketika berada di medan perang.

Pandangan di atas berdasarkan hadis-hadis Nabi Saw di bawah ini:

“Dari Abbad Ibn Tamim, dari pamannya (yaitu Abdullah Ibn Zaid) yang mengatakan: “Saya melihat Nabi saw pada hari ia keluar minta hujan, beliau membelakangi orang banyak dan menghadap ke Kiblat sambil berdoa, kemudian membalik pakaian atasnya, kemudian shalat mengimami kami dua rakaat, dengan menyaringkan bacaan dalam keduanya.” [HR. al-Bukhari, dan diriwayatkan juga oleh Abu Daud, an-Nasa’i dan Ahmad].

“Dari Abu Hurairah ra (dilaporkan), bahwa dia berkata: Nabi saw pada suatu hari keluar untuk melakukan istisqa’, lalu ia shalat mengimami kami dua rakaat tanpa azan dan tanpa iqamat. Kemudian ia berkhutbah dan berdoa kepada Allah, seraya menghadapkan mukanya ke arah Kiblat, sambil mengangkat kedua tangannya, kemudian memutar jubahnya, sehingga ujung kanannya berada di sebelah kiri dan ujung kirinya berada di sebelah kanan.” [HR. Ibnu Majah dan Ahmad].

“Dari ‘Aisyah ra (dilaporkan bahwa) ia berkata: Orang-orang telah mengeluh kepada Nabi saw tentang terhentinya hujan, lalu beliau menyuruh mengambil mimbar. Maka, orang-­orang pun menaruhnya di lapangan tempat shalat, dan beliau menjanjikan hendak mengajak mereka pada suatu hari ke tempat itu. ‘Aisyah melanjutkan: Rasulullah saw lalu berangkat pada waktu telah nyata sinar matahari, lalu ia duduk di atas mimbar, lalu membaca takbir dan memuji Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, kemudian beliau mengatakan: Kamu telah mengeluhkan kegersangan negerimu dan tertangguhnya hujan dari waktunya. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu supaya bermohon kepada-Nya dan menjanjikan akan memperkenankan permohonanmu itu. Kemudian beliau berdoa: Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang menguasai hari pembalasan. Tiada Tuhan selain Allah, yang melaksanakan apa yang Dia kehendaki. Ya Allah, Engkaulah Allah yang tiada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Kaya, sementara kami adalah miskin, turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang Engkau turunkan itu kekuatan dan bekal bagi kami untuk waktu yang lama. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya dan terus mengangkatnya, sehingga kelihatan ketiaknya yang putih. Kemudian ia membelakangi orang banyak dan membalikkan pakaian atasnya sambil terus mengangkat kedua tangannya, kemudian ia menghadap kembali kepada orang banyak dan turun dari mimbar lalu shalat dua rakaat.” [HR. Abu Daud, No. 1173].

Dengan berbagai cara ini, istisqa’ menjadi suatu bentuk ibadah yang mengungkapkan ketergantungan umat Islam kepada Allah dalam menghadapi perubahan cuaca dan kebutuhan air bagi kehidupan mereka. Ibadah ini menegaskan pentingnya kepercayaan dan keyakinan kepada Allah SWT sebagai pemberi rezeki dan pengatur alam semesta.

Penulis: Ilham Ibrahim. Referensi: Majalah Suara Muhammadiyah No. 5 Tahun Ke-84/1999. Hits: 493

Artikel ini diterbitkan ulang dari: https://muhammadiyah.or.id/bisakah-salat-istisqa-tanpa-khutbah-berikut-macam-macam-cara-istisqa/

Exit mobile version